Oleh,
USMAN SURYADI, S.Pd.I
Ketua Bidang Kaderisasi DPC PKS Kecamatan Komodo
SECARA spesifik Globalisasi dapat dipahami sebagai upaya untuk menggambarkan situasi
hilangnya berbagai penghalang dari pergerakan barang dan jasa antar
negara-negara di dunia. Jika di pahami secara lebih luas globalisasi adalah
pintu yang membuka interaksi/transaksi suatu negara terhadap negara lain, dalam
hal keluar masuknya barang dan jasa, teknologi, pendidikan, budaya, nilai-nilai
dan lain sebagainya. Proses pengintegrasian ekonomi suatu negara ke dalam
ekonomi dunia yang nantinya akan memberikan berbagai implikasi terhadap
rakyatnya, bukan hanya dalam kegiatan atau kondisi ekonominya saja tetapi juga
dalam berbagai aspek kehidupan lainnya (Sjaifudian
edisi; 2 februari, 2006 hal: 1).
Arah
globalisasi dalam berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para ahli, bahwa
globalisasi berorientasi pada pemarginalan ekonomi pribumi, pemisahan asas
ideologi, agama, ras, budaya, bangsa dan lain-lain. Sehingga interaksi manusia
dibatasi hanya pada kelompok-kelompok masing-masing, yang mengakibatkan manusia
bersifat konsumtif, ekstrim dan masih banyak jebakan lainya yang sedang
mengitari bangsa, salah satu yang paling gencar disuarakan adalah media
elektronik, yang menampilkan sebuh fiksi dengan suguhan film yang manampilkan
dunia dengan kondisi yang terbalik, dengan tujuan agar manusia hanya mampu
“berhayal” tanpa mampu melakukan aksi yang inovatif.
Membendung
lautan globalisasi yang mempengaruhi pergolakan sejarah dan peradaban sudah
seharusnya dehentikan paling tidak diminimalisir dengan tindakan preventif berupa pemberdayaan sehingga masyarakat memahami
dan mengetahui arah globalisasi yang tengah mencekik ruang gerak mereka,
sehingga masyarakatpun peka dengan kondisi tersebut, yang tentunya dalam
hal ini membutuhkan pengkawalan berupa paradigma kritis transformatif melalui;
Pelatihahan yang melahirkan pengalaman, pemahaman teoritis, aksi sosial yang
membumi dan mampu merefleksi segala bentuk gejala yang mengitari mereka, dari
hal tersebut nantinya mampu menawarkan solusi memetakan aksi dan membenahi
segala kekurangan yang akan dan telah dilakukan demi mewujudkan cita-cita
bersama sesuai dengan visi yang disepakati.
Bingkai
pengawalan dalam membangun peradaban civil society harus semakin gencar
dilakukan karena masyarakat merupakan basis yang mampu mendongkrak martabat
seorang aktor ke permukaan publik (Figure Publick), pengawalan yang
dimulai dari meningkatkan pendidikan masyarakat dalam makna keterlibatan aktif
(mengambil peran) masyarakat dengan tindakan sosial yang dilakukan sehingga
masyarakat bisa mengambil peran melalui pengalaman-pengalaman yang telah
didapatkan melalui ajang pelatihan yang ditawarkan oleh masyarakat cendikia
tersebut .
Jika Pemberdayaan
diatas dikaitkan dengan makna pendidikan, dalam arti yang lebih luas, maka
pendidikan mengandung arti “Pemberdayaan, Memberikan pemahaman, mengarahkan,
melatih, yang mengantarkan peserta didik menjadi peserta didik aktif
mengembangkan potensi yang dimilikinya” potensi yang dimaksudkan adalah sebuah
keterampilan yang dikembangkan sebagai aksi tindakan “Preventif” yang penulis
hajatkan sebelumnya.
Civil
society Manggarai Barat pada hari ini terjebak dalam romantisme sejarah dan
realisme historik bahwa disatu sisi posisi Manngarai Barat yang strategis mampu
memantik syahwat pelancong sebagai wisatawan, disisi yang berbeda
wisatawan asing yang berdatangan telah meninggalkan budaya westernisasi yang
tentunya melahirkan pemahaman sempit dari masyarakat MABAR sehingga tak jarang
banyak masyarakat menjadi masyarakat yang konsumtif dan kerdil secara
intelektual.
Tulisan
ini dihajatkan sebagai benih yang menghidupkan kembali rigiditas
manusia-manusia cendikia Mabar dari the and civilization. Insan cendikia
adalah wadah bagi benih “PEMBERDAYAAN” dimana dari benih tersebut tumbuh
sebatang pohon kognitif yang menciptakan satu diantara peradaban-peradaban
terbesar dalam lintasan sejarah. Jejalan
kata yang terlalu idealis dan argumentatif diatas, barangkali sebuah rangkaian
candu apologetik tapi apa hendak dikata, demikianlah jihad intelektual yang
dapat penulis panggul ketimbang tidak berbuat sama sekali, untuk mewariskan
ijtihad dan tafsiran atas hajat anak bumi akan pemberdayaan. Penulis tidak
berharap banyak, tetapi minimal kehadiran sebuah analisa ini dapat
memantik syahwat intelektual yang responsif untuk melakukan ziarah intelektual
terhadap berbagai reallitas yang ada, penulis juga tidak ingin
menfatwakan terlalu dini impotensitas apatah lagi kematian birahi intelektual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar