Senin, 20 Februari 2012

Membendeng Arus Globalisasi

Oleh, 
USMAN SURYADI, S.Pd.I
Ketua Bidang Kaderisasi DPC PKS Kecamatan Komodo 

SECARA spesifik Globalisasi dapat dipahami sebagai upaya untuk menggambarkan situasi hilangnya berbagai penghalang dari pergerakan barang dan jasa antar negara-negara di dunia. Jika di pahami secara lebih luas globalisasi adalah pintu yang membuka interaksi/transaksi suatu negara terhadap negara lain, dalam hal keluar masuknya barang dan jasa, teknologi, pendidikan, budaya, nilai-nilai dan lain sebagainya.  Proses pengintegrasian ekonomi suatu negara ke dalam ekonomi dunia yang nantinya akan memberikan berbagai implikasi terhadap rakyatnya, bukan hanya dalam kegiatan atau kondisi ekonominya saja tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan lainnya (Sjaifudian edisi; 2 februari, 2006 hal: 1). 

Arah globalisasi dalam berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para ahli, bahwa globalisasi berorientasi pada pemarginalan ekonomi pribumi, pemisahan asas ideologi, agama, ras, budaya, bangsa dan lain-lain. Sehingga interaksi manusia dibatasi hanya pada kelompok-kelompok masing-masing, yang mengakibatkan manusia bersifat konsumtif, ekstrim dan masih banyak jebakan lainya yang sedang mengitari bangsa, salah satu yang paling gencar disuarakan adalah media elektronik, yang menampilkan sebuh fiksi dengan suguhan film yang manampilkan dunia dengan kondisi yang terbalik, dengan tujuan agar manusia hanya mampu “berhayal” tanpa mampu melakukan aksi yang inovatif.    

Membendung lautan globalisasi yang mempengaruhi pergolakan sejarah dan peradaban sudah seharusnya dehentikan paling tidak diminimalisir dengan tindakan preventif  berupa pemberdayaan sehingga masyarakat memahami dan mengetahui arah globalisasi yang tengah mencekik ruang gerak mereka, sehingga masyarakatpun peka dengan kondisi tersebut, yang tentunya dalam  hal ini membutuhkan pengkawalan berupa paradigma kritis transformatif melalui; Pelatihahan yang melahirkan pengalaman, pemahaman teoritis, aksi sosial yang membumi dan mampu merefleksi segala bentuk gejala yang mengitari mereka, dari hal tersebut nantinya mampu menawarkan solusi memetakan aksi dan membenahi segala kekurangan yang akan dan telah dilakukan demi mewujudkan cita-cita bersama sesuai dengan visi yang disepakati.

Bingkai pengawalan dalam membangun peradaban civil society harus semakin gencar dilakukan karena masyarakat merupakan basis yang mampu mendongkrak martabat seorang aktor ke permukaan publik (Figure Publick), pengawalan yang dimulai dari meningkatkan pendidikan masyarakat dalam makna keterlibatan aktif (mengambil peran) masyarakat dengan tindakan sosial yang dilakukan sehingga masyarakat bisa mengambil peran melalui pengalaman-pengalaman yang telah didapatkan melalui ajang pelatihan yang ditawarkan oleh masyarakat cendikia tersebut .
Jika Pemberdayaan diatas dikaitkan dengan makna pendidikan, dalam arti yang lebih luas, maka pendidikan mengandung arti “Pemberdayaan, Memberikan pemahaman, mengarahkan, melatih, yang mengantarkan peserta didik menjadi peserta didik aktif mengembangkan potensi yang dimilikinya” potensi yang dimaksudkan adalah sebuah keterampilan yang dikembangkan sebagai aksi tindakan “Preventif” yang penulis hajatkan sebelumnya.

Civil society Manggarai Barat pada hari ini terjebak dalam romantisme sejarah dan realisme historik bahwa disatu sisi posisi Manngarai Barat yang strategis mampu memantik syahwat pelancong sebagai wisatawan, disisi yang berbeda wisatawan asing yang berdatangan telah meninggalkan budaya westernisasi yang tentunya melahirkan pemahaman sempit dari masyarakat MABAR sehingga tak jarang banyak masyarakat  menjadi masyarakat yang konsumtif dan kerdil secara intelektual.

Tulisan ini dihajatkan sebagai benih yang menghidupkan kembali rigiditas manusia-manusia cendikia Mabar dari the and civilization. Insan cendikia adalah wadah bagi benih “PEMBERDAYAAN” dimana dari benih tersebut tumbuh sebatang pohon kognitif yang menciptakan satu diantara peradaban-peradaban terbesar dalam lintasan sejarah. Jejalan kata yang terlalu idealis dan argumentatif diatas, barangkali sebuah rangkaian candu apologetik tapi apa hendak dikata, demikianlah jihad intelektual yang dapat penulis panggul ketimbang tidak berbuat sama sekali, untuk mewariskan ijtihad dan tafsiran atas hajat anak bumi akan pemberdayaan. Penulis tidak berharap banyak, tetapi  minimal kehadiran sebuah analisa ini dapat memantik syahwat intelektual yang responsif untuk melakukan ziarah  intelektual terhadap berbagai reallitas yang ada,  penulis juga tidak ingin menfatwakan terlalu dini impotensitas apatah lagi kematian birahi intelektual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar