Setiap tahun selama tiga tahun berturut-turut dari
tahun 2009, Kabupaten Manggarai Barat kehilangan PAD yang nilainya mencapai
milyaran rupiah. Ini akibat tidak adanya PERDA tentang kepariwisataan sejak
lahirnya UU No. 10 tahun 2009. (Pos Kupang, Edisi 12/2/2012)
IRONIS memang, tapi inilah realitasnya. Gema Komodo menjadi salah satu
tujuh keajaiban dunia, justru di anggap angin lalu oleh Pemda Manggarai Barat,
khususya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Tidak adanya regulasi tentang
kepariwisataan yang jelas berakibat pada hilangnya milyaran rupiah PAD di
daerah ini. Ada ribuan wisatawan manca negara yang datang ke Manggarai Barat
setiap tahunnya, akan tetapi kedatangan mereka tidak membawa dampak apa-apa
terhadap daerah. Dalam hemat saya ini adalah kesalahan sistemik yang di lakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Manggarai
Barat, dan ini erat kaitannya dengan kapasitas dan kredibilitas pemimpinya.
Saya justru menyoroti masalah ini pada lemahnya kepemimpinan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Manggarai Barat tiga tahun terakhir sejak tahun 2009,
yaitu pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009, tentang Kepariwisataan.
Dalam persepektif saya, lemahnya kepemimpinan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mempunyai
korelasinya yang kuat dengan praktek politik “balas dendam dan balas jasa”. Ini
lah akibat dari kebijakan yang menempatkan pemimpin bukan karena profesionalisme
dalam bidangnya, tapi karena lebih dari pada kedekatan emosional antara atasan
dan bawahan. Sehingga tidak heran begitu ia menjabat tidak akan mampu berbuat
apa-apa, karena memang background dan
disiplin ilmunya tidak match.
Semestinya, the right man on the right
place. Menempatkan orang sesuai dengan kapasitas dan disiplin ilmunya, ini justru
akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang baik. Lebih jauh dari itu, kepemimpin yang
diharapkan tidak hanya sebatas pada kapasitas dan disiplin ilmu, tapi ia juga
memiliki visi yang kuat, mampu melakukan inovasi ide, dan ia dapat berpikir
jauh kedepan melebihi usia biolgisnya, atau ia mampu berpikir di luar kelaziman
cara orang-orang berpikir (think outside
the box). Selama praktek politik “balas dendam dan balas jasa” masih
bercokol didaerah ini, maka selama itu pula daerah ini di rundung duka
kemiskinan dan pembangunan jalan di tempat. Harus ada tekat yang kuat dari
pimpinan tertinggi di daerah ini untuk melakukan reformai birokrasi. Dan harus
upaya untuk menempatkan orang di setiap SKPD pada the right man on the right place.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar