Selasa, 28 Februari 2012

Hasil Wawancara Khusus Bersama Ketua Majlis Syuro PKS

Beragam hal ditanyakan publik juga kader PKS terkait dengan sikap politik PKS belakangan ini, mulai dari soal keinginan PKS menjadi partai terbuka sampai soal koalisi permanen. Berikut petikan wawancara Wartawan Republika dengan Ketua Majelis Syuro PKS, KH Hilmi Aminuddin, Pasca Munas Ke2 PKS Juni 2010 di Jakarta


Apa yang ingin dicapai PKS dalam Munas 2 kali ini?
Musyawarah nasional bagi PKS memiliki beberapa makna. Pertama, merupakan momentum untuk konsolidasi pascapemilu dan konsolidasi menghadapi pemilu (legislatif) maupun pemilukada berikutnya. Kedua, Munas merupakan langkah koordinasi untuk menyiapkan dan melaksanakan program partai.
Ketiga, Munas menjadi sarana untuk mensosialisasikan langkah-langkah ke depan PKS, sekaligus ajang mobilisasi seluruh kekuatan dari pusat hingga ke daerah.

Munas juga untuk merespons tantangan ke depan dan memperkuat kerjasama dengan semua lapisan masyarakat yang selama ini ikut serta membantu tumbuh kembangnya PKS.

Buah dari konsolidasi dan ekspansi tersebut diharapkan ke depan mudah-mudahan PKS mampu mencapai target posisi tiga besar. Sebagian kalangan menilai target itu adalah mimpi. Namun bagi kami bermimpi besar itu selalu dibiasakan. Apa yang kami capai saat ini adalah mimpi kami beberapa waktu lalu. Bagaimana pun kami harus mengubah impian itu menjadi tantangan yang menggairahkan, melahirkan perencanaan-perencanaan, dan program-program ke depan.

Dalam Munas kali ini berkembang lagi gagasan PKS untuk menjadi partai terbuka atau menjadi partai tengah. Sejauh mana keseriusan PKS dengan rencana atau keinginan itu?
Bagi kami, menjadi partai terbuka atau partai tengah bukanlah taktik atau strategi politik untuk menambah jumlah pemilih. Tetapi hal itu merupakan implementasi atau pelaksanaan dari ajaran Islam yang mengharuskan kami menjadi Ummatan Wasathan (Ummat Pertengahan). Islam mengajarkan pluralitas atau keberagaman sebagai sebuah sunnatullah. Dan itu disebutkan di dalam Alquran. Islam adalah agama terbuka. Misinya adalah Rahmatan lil 'alamin, sehingga produk-produk kebajikan yang dihasilkan harus dinikmati oleh semua kalangan, bukan hanya orang muslim saja. Eksklusivitas itu tidak mencerminkan ajaran Islam. Kami ingin membangun kebersamaan dalam keberagaman kita.

Sebetulnya, sejak 2008, saat Mukernas di Bali sudah kita deklarasikan. Sebelum itu komunikasi sudah kita jalankan. Bahkan dengan komunitas China sudah sejak PK lahir, khususnya melalui organisasinya (INTI). Mereka sudah bekerjasama dan membantu PKS. Kita tidak menawarkan Islam, namun menawarkan kerjasama. Bingkainya bisa format kemanusiaan, kebangsaan, dan keummatan. Sekali lagi itu bukan taktik dan strategi namun itu pengejawantahan dari ajaran Islam yang hakiki.

Mengapa diawal kelahiran Partai Keadilan dan kemudian menjadi PKS, kami terkesan eksklusif? Itu karena memang kami perlukan untuk menunjukkan identitas dan integritas kami. Dengan itu kami bisa membuat diferensiasi sehingga kami dihargai dan diakui. Anda saja kalau mencari pasangan (suami/istri) pasti akan menilai dulu siapa calon Anda itu. Setelah identitas dan integritas kami terbentuk, yang tentu saja memerlukan proteksi, barulah kami mulai membuka diri untuk bersama-sama dengan seluruh komponen bangsa membangun negeri ini.

Bahkan keterbukaan itu juga membawa ke pergaulan dan kerjasama dengan komunitas internasional, dalam pergaulan antar bangsa, juga dengan berbagai negara, karena kami tidak mau terkungkung dalam pergaulan yang sempit. PKS memiliki MoU dengan Partai Buruh Australia dan saling aktif menjalin komunikasi. Kami juga menjalin komunikasi dengan Partai Komunis Cina. Pemerintah Indonesia menginginkan diplomasi itu tidak hanya government to government, namun juga diplomasi people to people. Oleh karena itu PKS aktif menjalin komunikasi dengan partai-partai di berbagai negara, baik yang sedang berkuasa maupun yang sedang tidak berkuasa.

Berkaitan dengan sikap politik PKS untuk menjadi Partai Terbuka, bagaimana mengelola reaksi kader-kader PKS sendiri?
Kader-kader PKS adalah kader terbina. PKS itu seperti Universitas Terbuka dengan pendididkan kader secara terus menerus. Struktur terkecil di PKS adalah unit-unit kader yang jumlahnya minimal lima orang maksimal 12 orang. Dalam tataran demokrasi, unit terkecil PKS ini merupakan lembaga demokrasi terkecil dalam struktur PKS. Dalam tataran pendidikan unit tersebut merupakan kelas pendidikan kader, dari sisi tataran sosial, unit tersebut merupakan elemen komunitas sosial terkecil dimana mereka saling bermusyawarah, mereka saling berkontribusi mengatasi problem masing-masing. Dengan begitu kader-kader kami terbentuk menjadi kader yang rasional, di mana saat lembaga tertinggi, yakni Majelis Syuro mengambil sebuah kebijakan, mereka akan tahu ke mana arah kebijakan tersebut. Dan mereka pula lah yang akan menyampaikan kebijakan PKS kepada masyarakat, karena mereka bergaul aktif dengan masyarakat. Kader-kader PKS umumnya masuk ke dalam struktur sosial masyarakat dan terlibat aktif dalam kerjakerja sosial di masyarakat. Dengan demikian kami memiliki mekanisme dan alur yang jelas dalam sosialisasi arah kebijakan PKS.

Bagaimana dengan rencana PKS menerima kader-kader baru dari kalangan non muslim, apa implikasinya? Apakah itu bukan wajah lain dari Islamisasi di daerah-daerah yang penduduknya non muslim?
Dalam masalah kaderisasi, kami memiliki sistem stelsel. Ada delapan tingkat kaderisasi, dua level di antaranya adalah untuk menampung siapa saja. Disana terjadi berbagai proses kaderisasi. Mengapa kita perlu memberi ruang itu? Karena berdasarkan pengalaman 10 tahun terakhir, di daerah-daerah yang mayoritas nonmuslim, kami sering didatangi masyarakat dan tokoh-tokoh non muslim yang mengajukan diri untuk bergabung dengan PKS. Kami jelaskan ke mereka bahwa kami partai berazaskan Islam. Namun mereka mengatakan bahwa niatan bergabung bukan karena agamanya, tetapi karena suka dan tertarik dengan program-program kerja PKS. Akhirnya mereka pun membentuk kepengurusan di daerah mereka.

Jadi ini murni sebagai antisipasi ke depan. Kemudian perlu kami jelaskan, kader PKS itu mengalami transformasi dalam proses kaderisasi bersama PKS. Ada kader yang dibentuk menjadi tokoh Islam (rijalul Islam), kemudian berkembang menjadi tokoh-tokoh dakwah (rijalul dakwah), selanjutnya menjadi tokoh bangsa (rijalul ummah), dan akhirnya menjadi negarawan (rijalul daulah). Dan kalau sudah mencapai posisi negarawan, maka dia harus bertemu, berkomunikasi, berpartisipasi, dan bekerjasama dengan semua komponen bangsa yang beragam.

Soal mereka masuk Islam atau tidak, Allah saja yang punya agama Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk beragama Islam. Apalagi PKS. Jadi tidak ada agenda Islamisasi, dalam konteks pemaksaan agama itu tidak ada. Pemaksaan itu bukan hanya melanggar kemanusiaan, namun juga melanggar aturan Allah SWT. Dalam konteks kehidupan bernegara, Indonesia milik bersama. Kita bukan satu-satunya.

Tetapi simbol-simbol Islam masih sangat kental. Misalnya soal takbir, pembelaan terhadap Palestina. Tetapi di sisi lain PKS terkesan mendekati Amerika Serikat yang jelas-jelas Pro Israel. Lantas bagaimana dengan kader-kader PKS di daerah menghadapi pergeseran sikap ini?
Islam adalah identitas PKS. Selamanya akan tetap menjadi identitas PKS karena itu tetap akan selalu dijaga. Masalah Palestina, saya kira bukan hanya persoalan Islam. Sekarang sudah menjadi persoalan kemanusiaan dan sudah menjadi perhatian seluruh komunitas internasional. Kalau diperhatikan, pembelaan kita terhadap Palestina ketinggalan dengan negaranegara Eropa. Lihat saja sudah aktivis-aktivis dari negara-negara Eropa jauh lebih berani dalam mengadvokasi persoalan Palestina dibanding kita. Termasuk mendesak Israel agar membuka blokade terhadap Gaza. Masalah Palestina juga merupakan komitmen konstitusi negara kita, yakni UUD 1945. Bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan dan Indonesia berkewajiban untuk membantu upaya-upaya kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah. Dan negara-negara barat pun mengakui bahwa Palestina itu saat ini sedang di jajah.

Dalam kaitan hubungan dengan Amerika Serikat. Kami melihatnya sebagai bangsa, hubungan antarbangsa. Bukan AS sebagai rejim. Kita tidak terpengaruh secara khusus oleh perilaku rejim yang sedang berkuasa. Namun kami melihatnya dalam pergaulan dan interaksi antar bangsa, dimana bangsa AS merupakan bagian dari komunitas internasional. Kita harus saling berinteraksi, berkomunikasi, dan bekerjasama, saling bantu dan saling menguntungkan.

Bagaimana dengan penegakan syariat Islam?
Pertanyaan ini sering ditanyakan, bahkan ditakutkan sebagian komponen bangsa, jika PKS menang syariat Islam akan diberlakukan. Terhadap pertanyaan itu kami menjawab bahwa tidak mungkin bagi kami untuk meninggalkan syariat Islam. Semua pemeluk Islam pasti melaksanakan syariat Islam. Yang harus dipahami, ada syariat yang bisa dilakukan oleh individu dan ada yang harus dilakukan oleh negara, artinya harus ada undang-undangnya. Sholat ada syariatnya, puasa ada syariatnya, zakat ada syariatnya, setiap ibadah ada syariatnya. Ini syariat yang dilakukan oleh individu. Hanya ada sebagian kecil syariat, sekitar dua persen, yang ditakuti masyarakat, seperti hukum hudud, razam, juga qishos ini harus negara yang melakukannya. Individu atau kelompok tidak bisa melakukannya. PKS tidak bisa melakukannya, karena tidak ada undang-undangnya. Dan undang-undang adalah soal kesepakatan publik. Kalau publik tidak sepakat ya tidak bisa dilaksanakan.

Banyak pihak yang setelah mendengarkan penjelasan ini jadi paham. Bahkan mereka yang semula merasa tidak serumah dengan PKS, sekarang banyak yang merasa serumah. Bahkan merasa sekamar.

Dalam pidato pembukaan Munas PKS menyatakan siap menjalin koalisi permanen dengan SBY. Apakah selama ini PKS puas dengan koalisi yang dijalin?
Ukurannya tidak bersifat subyektif, bukan masalah puas atau tidak puas. Tapi kami melihatnya, ada tidak manfaatnya bagi bangsa. Sejauh ini kami melihat koalisi itu masih memberi manfaat bagi ummat. Selama membawa manfaat bagi bangsa kita akan teruskan koalisi.

Terkait dengan koalisi permanen, yang dimaksud adalah koalisi yang disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. Undang-undang mengatur bahwa masa jabatan pemerintahan berlangsung selama dua periode. Nah, selama periode itulah koalisi kita bangun. Koalisi permanen tidak berarti koalisi sampai akhir hayat. Koalisi kami sangat teratur dan terukur sesuai aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Semuanya tertulis dalam kontrak politik yang rinci. Selama ini banyak manuver-manuver dan upaya memecah belah koalisi kami dengan SBY, serta memprovokasi dan hasutan-hasutan agar kami berpisah. Kami tidak tergoda dengan provokasi karena dasar koalisi kami jelas, yakni dalam bingkai reformasi. Koalisi yang kami bangun adalah koalisi dengan misi suci yakni untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, kepentingan Ummat. Bukan kepentingan kaum elit partai.

Dalam konteks Pemilu 2014, mengingat target untuk menjadi tiga besar berarti PKS sudah merasa layak menacalonkan Presiden sendiri. Apa langkah-langkah strategis yang akan dilakukan PKS?
Kaderisasi kepemimpinan di PKS itu pertama-tama di gembleng dulu di dalam (internal) PKS, setelah itu diperkenalkan ke publik. Di PKS itu dikenal ada yang disebut poros dakwah atau poros kerja. Poros kerja kita itu ada empat level. Ada yang disebut poros struktural (bagaimana membangun integritas pribadi), poros sosial (berinteraksi dengan masyarakat), poros institusional (kemampuan institusinya yang berkembang), dan terakhir poros kenegaraan (menjadi bupati, gubernur, menteri, dan presiden). Sehingga kaderisasi kepemimpinan PKS memang mengarah kesana. Dan kader-kader PKS yang saat ini menjadi Bupati, Walikota, Gubernur, maupun Menteri merupakan bagian dari kader-kader bangsa ini. Kami dorong agar mereka untuk bekerja dengan baik dan profesional sehingga bisa memperoleh kepercayaan masyarakat. Dan pada saatnya nanti, jika masyarakat percaya maka mereka akan menjadi pemimpin di negeri ini.

Pimpinan nasional dalam pandangan PKS itu bukan hanya Presiden. Ada pimpinan formal (Gubernur, Menteri, Presiden) dan ada pimpinan non formal. Kedua jalur kepemimpinan itu kita dorong untuk terus berkembang. Jadi tidak hanya pimpinan birokrasi pemerintahan atau lembaga-lembaga kenegaraan. Dan pada saatnya kita akan sampai pada kepemimpinan nasional.

PKS mengusung jargon bersih. Bagaimana dengan komitmen PKS ke depan untuk pemberantasan korupsi dikaitkan dengan oknum di partai yang bermasalah?
Saya ingin tegaskan bahwa bersih itu dalam konteks bersih sebagai manusia, bukan sebagai malaikat. Tentu saja ada kekurangan-kekurangan atau kesalahan. PKS bukan partai malaikat, sehingga sangat mungkin berbuat kesalahan. Namun ada mekanisme untuk meminimalisir masalah itu, yakni dengan forum taushiyah atau mekanisme besarnya adalah proses amar makruf nahyi munkar. Yakni mengkonsolidasikan, mengkoordinasikan, dan memobilisir potensi-potensi pada setiap orang untuk bersama-sama melahirkan kebajikan yang bermanfaat bagi seluruh manusia. Kita menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi baik dan buruk (faalhamaha fujuroha wataqwaha). Yang dikonsolidasikan dan dimobilisasi adalah potensi positif kader.

Jika potensi positif dominan maka potensi negatif akan marjinal (tidak hilang sama sekali). Sebaliknya jika yang positif tidak dikelola, akhirnya yang negatif akan muncul kembali ke permukaan sehingga yang positif akan menjadi marjinal. Sedangkan Nahyi munkar, adalah mempersempit ruang gerak potensi negatif dan memperkecil efek-efek buruknya. Agar tidak memprovokasi kehidupan masyarakat, tidak merusak dan tidak mengganggu kehidupan sosial masyarakat.

Soal pemberantasan Korupsi, ada atau tidak ada KPK, agenda tersebut harus tetap dijalankan. Dan PKS akan tetap berada di garda terdepan dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar