Beragam hal ditanyakan publik juga kader PKS terkait dengan sikap
politik PKS belakangan ini, mulai dari soal keinginan PKS menjadi partai
terbuka sampai soal koalisi permanen. Berikut petikan
wawancara Wartawan Republika dengan Ketua Majelis Syuro PKS, KH Hilmi
Aminuddin, Pasca Munas Ke2 PKS Juni 2010 di Jakarta
Apa yang ingin dicapai PKS dalam Munas 2 kali ini?
Musyawarah
nasional bagi PKS memiliki beberapa makna. Pertama, merupakan momentum
untuk konsolidasi pascapemilu dan konsolidasi menghadapi pemilu
(legislatif) maupun pemilukada berikutnya. Kedua, Munas merupakan
langkah koordinasi untuk menyiapkan dan melaksanakan program partai.
Ketiga, Munas menjadi sarana untuk mensosialisasikan langkah-langkah ke depan PKS, sekaligus ajang mobilisasi seluruh kekuatan dari pusat hingga ke daerah.
Ketiga, Munas menjadi sarana untuk mensosialisasikan langkah-langkah ke depan PKS, sekaligus ajang mobilisasi seluruh kekuatan dari pusat hingga ke daerah.
Munas juga untuk merespons tantangan ke depan
dan memperkuat kerjasama dengan semua lapisan masyarakat yang selama ini
ikut serta membantu tumbuh kembangnya PKS.
Buah dari
konsolidasi dan ekspansi tersebut diharapkan ke depan mudah-mudahan PKS
mampu mencapai target posisi tiga besar. Sebagian kalangan menilai
target itu adalah mimpi. Namun bagi kami bermimpi besar itu selalu
dibiasakan. Apa yang kami capai saat ini adalah mimpi kami beberapa
waktu lalu. Bagaimana pun kami harus mengubah impian itu menjadi
tantangan yang menggairahkan, melahirkan perencanaan-perencanaan, dan
program-program ke depan.
Dalam Munas kali ini
berkembang lagi gagasan PKS untuk menjadi partai terbuka atau menjadi
partai tengah. Sejauh mana keseriusan PKS dengan rencana atau keinginan
itu?
Bagi kami, menjadi partai terbuka atau partai tengah
bukanlah taktik atau strategi politik untuk menambah jumlah pemilih.
Tetapi hal itu merupakan implementasi atau pelaksanaan dari ajaran Islam
yang mengharuskan kami menjadi Ummatan Wasathan (Ummat Pertengahan).
Islam mengajarkan pluralitas atau keberagaman sebagai sebuah
sunnatullah. Dan itu disebutkan di dalam Alquran. Islam adalah agama
terbuka. Misinya adalah Rahmatan lil 'alamin, sehingga produk-produk
kebajikan yang dihasilkan harus dinikmati oleh semua kalangan, bukan
hanya orang muslim saja. Eksklusivitas itu tidak mencerminkan ajaran
Islam. Kami ingin membangun kebersamaan dalam keberagaman kita.
Sebetulnya,
sejak 2008, saat Mukernas di Bali sudah kita deklarasikan. Sebelum itu
komunikasi sudah kita jalankan. Bahkan dengan komunitas China sudah
sejak PK lahir, khususnya melalui organisasinya (INTI). Mereka sudah
bekerjasama dan membantu PKS. Kita tidak menawarkan Islam, namun
menawarkan kerjasama. Bingkainya bisa format kemanusiaan, kebangsaan,
dan keummatan. Sekali lagi itu bukan taktik dan strategi namun itu
pengejawantahan dari ajaran Islam yang hakiki.
Mengapa
diawal kelahiran Partai Keadilan dan kemudian menjadi PKS, kami terkesan
eksklusif? Itu karena memang kami perlukan untuk menunjukkan identitas
dan integritas kami. Dengan itu kami bisa membuat diferensiasi sehingga
kami dihargai dan diakui. Anda saja kalau mencari pasangan (suami/istri)
pasti akan menilai dulu siapa calon Anda itu. Setelah identitas dan
integritas kami terbentuk, yang tentu saja memerlukan proteksi, barulah
kami mulai membuka diri untuk bersama-sama dengan seluruh komponen
bangsa membangun negeri ini.
Bahkan keterbukaan itu juga
membawa ke pergaulan dan kerjasama dengan komunitas internasional, dalam
pergaulan antar bangsa, juga dengan berbagai negara, karena kami tidak
mau terkungkung dalam pergaulan yang sempit. PKS memiliki MoU dengan
Partai Buruh Australia dan saling aktif menjalin komunikasi. Kami juga
menjalin komunikasi dengan Partai Komunis Cina. Pemerintah Indonesia
menginginkan diplomasi itu tidak hanya government to government, namun
juga diplomasi people to people. Oleh karena itu PKS aktif menjalin
komunikasi dengan partai-partai di berbagai negara, baik yang sedang
berkuasa maupun yang sedang tidak berkuasa.
Berkaitan dengan sikap politik PKS untuk menjadi Partai Terbuka, bagaimana mengelola reaksi kader-kader PKS sendiri?
Kader-kader
PKS adalah kader terbina. PKS itu seperti Universitas Terbuka dengan
pendididkan kader secara terus menerus. Struktur terkecil di PKS adalah
unit-unit kader yang jumlahnya minimal lima orang maksimal 12 orang.
Dalam tataran demokrasi, unit terkecil PKS ini merupakan lembaga
demokrasi terkecil dalam struktur PKS. Dalam tataran pendidikan unit
tersebut merupakan kelas pendidikan kader, dari sisi tataran sosial,
unit tersebut merupakan elemen komunitas sosial terkecil dimana mereka
saling bermusyawarah, mereka saling berkontribusi mengatasi problem
masing-masing. Dengan begitu kader-kader kami terbentuk menjadi kader
yang rasional, di mana saat lembaga tertinggi, yakni Majelis Syuro
mengambil sebuah kebijakan, mereka akan tahu ke mana arah kebijakan
tersebut. Dan mereka pula lah yang akan menyampaikan kebijakan PKS
kepada masyarakat, karena mereka bergaul aktif dengan masyarakat.
Kader-kader PKS umumnya masuk ke dalam struktur sosial masyarakat dan
terlibat aktif dalam kerjakerja sosial di masyarakat. Dengan demikian
kami memiliki mekanisme dan alur yang jelas dalam sosialisasi arah
kebijakan PKS.
Bagaimana dengan rencana PKS
menerima kader-kader baru dari kalangan non muslim, apa implikasinya?
Apakah itu bukan wajah lain dari Islamisasi di daerah-daerah yang
penduduknya non muslim?
Dalam masalah kaderisasi, kami
memiliki sistem stelsel. Ada delapan tingkat kaderisasi, dua level di
antaranya adalah untuk menampung siapa saja. Disana terjadi berbagai
proses kaderisasi. Mengapa kita perlu memberi ruang itu? Karena
berdasarkan pengalaman 10 tahun terakhir, di daerah-daerah yang
mayoritas nonmuslim, kami sering didatangi masyarakat dan tokoh-tokoh
non muslim yang mengajukan diri untuk bergabung dengan PKS. Kami
jelaskan ke mereka bahwa kami partai berazaskan Islam. Namun mereka
mengatakan bahwa niatan bergabung bukan karena agamanya, tetapi karena
suka dan tertarik dengan program-program kerja PKS. Akhirnya mereka pun
membentuk kepengurusan di daerah mereka.
Jadi ini murni
sebagai antisipasi ke depan. Kemudian perlu kami jelaskan, kader PKS itu
mengalami transformasi dalam proses kaderisasi bersama PKS. Ada kader
yang dibentuk menjadi tokoh Islam (rijalul Islam), kemudian berkembang
menjadi tokoh-tokoh dakwah (rijalul dakwah), selanjutnya menjadi tokoh
bangsa (rijalul ummah), dan akhirnya menjadi negarawan (rijalul daulah).
Dan kalau sudah mencapai posisi negarawan, maka dia harus bertemu,
berkomunikasi, berpartisipasi, dan bekerjasama dengan semua komponen
bangsa yang beragam.
Soal mereka masuk Islam atau tidak,
Allah saja yang punya agama Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk
beragama Islam. Apalagi PKS. Jadi tidak ada agenda Islamisasi, dalam
konteks pemaksaan agama itu tidak ada. Pemaksaan itu bukan hanya
melanggar kemanusiaan, namun juga melanggar aturan Allah SWT. Dalam
konteks kehidupan bernegara, Indonesia milik bersama. Kita bukan
satu-satunya.
Tetapi simbol-simbol Islam masih
sangat kental. Misalnya soal takbir, pembelaan terhadap Palestina.
Tetapi di sisi lain PKS terkesan mendekati Amerika Serikat yang
jelas-jelas Pro Israel. Lantas bagaimana dengan kader-kader PKS di
daerah menghadapi pergeseran sikap ini?
Islam adalah
identitas PKS. Selamanya akan tetap menjadi identitas PKS karena itu
tetap akan selalu dijaga. Masalah Palestina, saya kira bukan hanya
persoalan Islam. Sekarang sudah menjadi persoalan kemanusiaan dan sudah
menjadi perhatian seluruh komunitas internasional. Kalau diperhatikan,
pembelaan kita terhadap Palestina ketinggalan dengan negaranegara Eropa.
Lihat saja sudah aktivis-aktivis dari negara-negara Eropa jauh lebih
berani dalam mengadvokasi persoalan Palestina dibanding kita. Termasuk
mendesak Israel agar membuka blokade terhadap Gaza. Masalah Palestina
juga merupakan komitmen konstitusi negara kita, yakni UUD 1945. Bahwa
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan dan Indonesia berkewajiban
untuk membantu upaya-upaya kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah. Dan
negara-negara barat pun mengakui bahwa Palestina itu saat ini sedang di
jajah.
Dalam kaitan hubungan dengan Amerika Serikat. Kami
melihatnya sebagai bangsa, hubungan antarbangsa. Bukan AS sebagai rejim.
Kita tidak terpengaruh secara khusus oleh perilaku rejim yang sedang
berkuasa. Namun kami melihatnya dalam pergaulan dan interaksi antar
bangsa, dimana bangsa AS merupakan bagian dari komunitas internasional.
Kita harus saling berinteraksi, berkomunikasi, dan bekerjasama, saling
bantu dan saling menguntungkan.
Bagaimana dengan penegakan syariat Islam?
Pertanyaan
ini sering ditanyakan, bahkan ditakutkan sebagian komponen bangsa, jika
PKS menang syariat Islam akan diberlakukan. Terhadap pertanyaan itu
kami menjawab bahwa tidak mungkin bagi kami untuk meninggalkan syariat
Islam. Semua pemeluk Islam pasti melaksanakan syariat Islam. Yang harus
dipahami, ada syariat yang bisa dilakukan oleh individu dan ada yang
harus dilakukan oleh negara, artinya harus ada undang-undangnya. Sholat
ada syariatnya, puasa ada syariatnya, zakat ada syariatnya, setiap
ibadah ada syariatnya. Ini syariat yang dilakukan oleh individu. Hanya
ada sebagian kecil syariat, sekitar dua persen, yang ditakuti
masyarakat, seperti hukum hudud, razam, juga qishos ini harus negara
yang melakukannya. Individu atau kelompok tidak bisa melakukannya. PKS
tidak bisa melakukannya, karena tidak ada undang-undangnya. Dan
undang-undang adalah soal kesepakatan publik. Kalau publik tidak sepakat
ya tidak bisa dilaksanakan.
Banyak pihak yang setelah
mendengarkan penjelasan ini jadi paham. Bahkan mereka yang semula merasa
tidak serumah dengan PKS, sekarang banyak yang merasa serumah. Bahkan
merasa sekamar.
Dalam pidato pembukaan Munas PKS
menyatakan siap menjalin koalisi permanen dengan SBY. Apakah selama ini
PKS puas dengan koalisi yang dijalin?
Ukurannya tidak
bersifat subyektif, bukan masalah puas atau tidak puas. Tapi kami
melihatnya, ada tidak manfaatnya bagi bangsa. Sejauh ini kami melihat
koalisi itu masih memberi manfaat bagi ummat. Selama membawa manfaat
bagi bangsa kita akan teruskan koalisi.
Terkait dengan
koalisi permanen, yang dimaksud adalah koalisi yang disesuaikan dengan
undang-undang yang berlaku. Undang-undang mengatur bahwa masa jabatan
pemerintahan berlangsung selama dua periode. Nah, selama periode itulah
koalisi kita bangun. Koalisi permanen tidak berarti koalisi sampai akhir
hayat. Koalisi kami sangat teratur dan terukur sesuai aturan-aturan
yang telah disepakati bersama. Semuanya tertulis dalam kontrak politik
yang rinci. Selama ini banyak manuver-manuver dan upaya memecah belah
koalisi kami dengan SBY, serta memprovokasi dan hasutan-hasutan agar
kami berpisah. Kami tidak tergoda dengan provokasi karena dasar koalisi
kami jelas, yakni dalam bingkai reformasi. Koalisi yang kami bangun
adalah koalisi dengan misi suci yakni untuk memperjuangkan kepentingan
bangsa, kepentingan Ummat. Bukan kepentingan kaum elit partai.
Dalam
konteks Pemilu 2014, mengingat target untuk menjadi tiga besar berarti
PKS sudah merasa layak menacalonkan Presiden sendiri. Apa
langkah-langkah strategis yang akan dilakukan PKS?
Kaderisasi
kepemimpinan di PKS itu pertama-tama di gembleng dulu di dalam
(internal) PKS, setelah itu diperkenalkan ke publik. Di PKS itu dikenal
ada yang disebut poros dakwah atau poros kerja. Poros kerja kita itu ada
empat level. Ada yang disebut poros struktural (bagaimana membangun
integritas pribadi), poros sosial (berinteraksi dengan masyarakat),
poros institusional (kemampuan institusinya yang berkembang), dan
terakhir poros kenegaraan (menjadi bupati, gubernur, menteri, dan
presiden). Sehingga kaderisasi kepemimpinan PKS memang mengarah kesana.
Dan kader-kader PKS yang saat ini menjadi Bupati, Walikota, Gubernur,
maupun Menteri merupakan bagian dari kader-kader bangsa ini. Kami dorong
agar mereka untuk bekerja dengan baik dan profesional sehingga bisa
memperoleh kepercayaan masyarakat. Dan pada saatnya nanti, jika
masyarakat percaya maka mereka akan menjadi pemimpin di negeri ini.
Pimpinan
nasional dalam pandangan PKS itu bukan hanya Presiden. Ada pimpinan
formal (Gubernur, Menteri, Presiden) dan ada pimpinan non formal. Kedua
jalur kepemimpinan itu kita dorong untuk terus berkembang. Jadi tidak
hanya pimpinan birokrasi pemerintahan atau lembaga-lembaga kenegaraan.
Dan pada saatnya kita akan sampai pada kepemimpinan nasional.
PKS
mengusung jargon bersih. Bagaimana dengan komitmen PKS ke depan untuk
pemberantasan korupsi dikaitkan dengan oknum di partai yang bermasalah?
Saya
ingin tegaskan bahwa bersih itu dalam konteks bersih sebagai manusia,
bukan sebagai malaikat. Tentu saja ada kekurangan-kekurangan atau
kesalahan. PKS bukan partai malaikat, sehingga sangat mungkin berbuat
kesalahan. Namun ada mekanisme untuk meminimalisir masalah itu, yakni
dengan forum taushiyah atau mekanisme besarnya adalah proses amar makruf
nahyi munkar. Yakni mengkonsolidasikan, mengkoordinasikan, dan
memobilisir potensi-potensi pada setiap orang untuk bersama-sama
melahirkan kebajikan yang bermanfaat bagi seluruh manusia. Kita
menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi baik dan buruk
(faalhamaha fujuroha wataqwaha). Yang dikonsolidasikan dan dimobilisasi
adalah potensi positif kader.
Jika potensi positif dominan
maka potensi negatif akan marjinal (tidak hilang sama sekali).
Sebaliknya jika yang positif tidak dikelola, akhirnya yang negatif akan
muncul kembali ke permukaan sehingga yang positif akan menjadi marjinal.
Sedangkan Nahyi munkar, adalah mempersempit ruang gerak potensi negatif
dan memperkecil efek-efek buruknya. Agar tidak memprovokasi kehidupan
masyarakat, tidak merusak dan tidak mengganggu kehidupan sosial
masyarakat.
Soal pemberantasan Korupsi, ada atau tidak ada
KPK, agenda tersebut harus tetap dijalankan. Dan PKS akan tetap berada
di garda terdepan dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar